BANGKA – Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Alobi Foundation di Air Jangkang, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, menghadapi kendala serius dalam upaya melepasliarkan buaya hasil rehabilitasi ke habitat aslinya. Kondisi sungai-sungai yang dulu menjadi rumah bagi satwa liar itu kini sudah mengalami kerusakan parah, sehingga pelepasliaran tidak memungkinkan.
Manajer PPS Alobi, Endi R Yusuf, menegaskan pihaknya belum bisa melakukan pelepasliaran. “Sampai sekarang kami tidak bisa melepasliarkan buaya karena habitatnya di Bangka Belitung sudah hancur semuanya,” ujarnya, Selasa (23/9/2025).
Habitat Rusak, Buaya Terpaksa Bertahan di Rehabilitasi
Kerusakan lingkungan sungai membuat buaya tidak lagi memiliki ruang hidup aman. Karena itu, PPS Alobi meminta dukungan berbagai pihak agar penanganan konflik manusia dengan buaya bisa dilakukan secara berkelanjutan.
Baca Juga : Gubernur Bangka Belitung Cek Jembatan Putus di Aik Ruak
Keterbatasan fasilitas semakin memperparah situasi. Saat ini, kandang buaya di pusat rehabilitasi sudah penuh. Kondisi tersebut memaksa PPS Alobi menghentikan sementara proses evakuasi buaya dari kasus konflik baru. Dengan keterbatasan ini, mereka tak lagi bisa menampung buaya tambahan meski laporan konflik terus muncul.
Kandang Penuh dan Risiko Konflik Antarbuaya
Saat ini, PPS Alobi Air Jangkang merawat lebih dari 20 ekor buaya hasil serahan warga. Buaya-buaya tersebut dievakuasi dari sejumlah lokasi konflik manusia dengan satwa di wilayah Bangka Belitung.
Endi menjelaskan, buaya berukuran besar ditempatkan di kandang rehabilitasi berukuran 30 x 40 meter persegi. Sementara buaya yang panjangnya di bawah 3 meter harus dipisahkan karena berisiko saling menyerang. Untuk kelompok ini, PPS Alobi menyiapkan kandang cadangan berukuran 6 x 5 meter.
“Kami tidak bisa menyatukan buaya kecil dan besar, karena bisa terjadi serangan. Jadi, pemisahan kandang ini mutlak dilakukan,” terang Endi.
Biaya Pakan Tinggi, Bergantung pada Kerja Sama
Selain keterbatasan kandang, kebutuhan pakan juga menjadi tantangan besar. Dalam seminggu, PPS Alobi harus menyediakan sedikitnya seekor sapi untuk memenuhi konsumsi puluhan buaya. Kadang, pihaknya menggunakan kambing sebagai alternatif pakan.
Baca Juga : Pemkab Bangka Kembangkan Desa Program Dosen Pulkam
Menurut Endi, biaya pakan sangat tinggi jika harus membeli rutin. Karena itu, pihaknya terbantu dengan kerja sama para peternak lokal. “Biasanya, kalau ada hewan ternak mati saat melahirkan, itu bisa kami manfaatkan sebagai pakan buaya. Kalau harus beli, biayanya sangat mahal,” jelasnya.
Operasional Ditopang Dukungan PT Timah
Hingga kini, operasional PPS Alobi Air Jangkang masih bergantung pada kerja sama dengan PT Timah Tbk. Dukungan itu mencakup akomodasi, kebutuhan pakan, hingga berbagai aktivitas rehabilitasi satwa.
Endi berharap kolaborasi serupa bisa diperluas dengan berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta. Menurutnya, penanganan buaya tidak bisa ditangani hanya oleh satu lembaga, melainkan harus melibatkan kerja sama lintas sektor.
“Permasalahan konflik manusia dengan buaya adalah tanggung jawab bersama. Jika habitat tidak dipulihkan, kasus serupa akan terus terjadi, dan buaya-buaya itu tidak akan pernah bisa kembali ke alam,” pungkas Endi.